Para petani di Kabupaten Gresik menghadapi persoalan klasik yang tak kunjung tuntas: kekurangan air irigasi. Dari utara hingga selatan, masalah pengairan lahan menjadi keluhan bersama.
Di Gresik bagian utara, petani dan petambak hanya mengandalkan air tadah hujan. Saat kemarau tiba, lahan mereka kering kerontang. “Sering petani mengeluh pembagian air karena memang tidak ada aliran air saat kemarau,” ujar Sukari, petani asal Kecamatan Balongpanggang.
Sementara di Gresik selatan, waduk-waduk yang menjadi tumpuan pengairan kini makin dangkal. Juwaiminingsih, Kepala Desa Jogodalu, menyebut waduk di desanya sudah tidak lagi berfungsi optimal. “Waduk di desa kami sudah dangkal, perlu dinormalisasi agar pengairan bisa berjalan dengan baik,” katanya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepala Bidang SDA Dinas PUTR Gresik, Ubaidillah, mengakui ada ketimpangan antara ketersediaan air dan kebutuhan lahan. Kondisi topografi Gresik yang datar membuat air cepat mengalir ke laut saat hujan, sementara di musim kemarau terjadi kekeringan.
“Selama ini kalau hujan, kita kelebihan air sampai banjir. Tapi saat kemarau kekeringan. Maka penting bagi petani untuk menampung air hujan,” ujarnya.
Menurutnya, Gresik memiliki 156 waduk untuk irigasi dan 115 daerah irigasi teknis yang melayani sekitar 13 ribu hektar sawah. Pemerintah mendorong petani menjadikan musim penghujan sebagai masa “panen air” dengan menampung air hujan di waduk desa.
Masalah irigasi ini juga menjadi perhatian Komisi II DPRD Gresik. Anggota Fraksi Gerindra, Ricke Mayumi, menilai persoalan irigasi harus diselesaikan lewat pemetaan yang matang.
“Dengan kelompok kerja Komisi Irigasi dibentuk, diharapkan pemetaan irigasi di Kabupaten Gresik bisa berjalan dengan baik,” ujarnya. Ia menambahkan, Komisi II akan berkoordinasi dengan dinas terkait untuk menormalisasi waduk-waduk di Gresik Selatan.
Sementara itu, anggota Komisi II dari Fraksi Nasdem, Muhammad Ainul Yaqin, menyoroti kondisi Gresik Utara yang kekurangan pasokan air irigasi. “Petani dan petambak di sana hanya mengandalkan air hujan. Saat kekeringan, kondisinya lebih parah,” ujarnya.
Ia menambahkan, banyak petambak akhirnya beralih menjadi petani ketika hasil tambak menurun. Namun, mereka harus bersaing dengan petani Lamongan yang lebih tercukupi irigasinya. “Sangat perlu kita carikan solusinya agar ketahanan pangan, baik tambak maupun pertanian di Gresik Utara, bisa berjalan dengan baik,” pungkasnya.
Editor : Nobel Danial Muhammad











