Kabargresik_Belum membaiknya nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat membuat industri rumahan terancam gulung tikar, salah satunya pengrajin sarung di Kecamatan Cerme dan Benjeng.
Kondisi itu berpengaruh karena bahan baku benang yang mereka gunakan merupakan barang impor dari Cina atau India, seperti misres 100/2 atau sutra 210.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Harga benang naik terus, sutra 210 sekarang harganya mencapai hampir 4 juta satu paknya” kata H Lukman pengrajin sarung desa Jogodalu, Benjeng.
Kondisi ini diperparah dengan sepinya permintaan, H Lukman menuturkan dirinya harus “membanting” harga sarung agar keberlangsungan produksinya tetap jalan. “Permintaan tetap ada meskipun gak banyak, itupun minta harga yang murah.” katanya (15/01).
Saat ini dia membatasi jumlah produksi kepada karyawannya, pekerja yang rata-rata biasanya memproduksi 5 sampai 6 lembar sarung perminggunya kini dibatasi maksimal 3 lembar. Itu dilakukan demi keberlangsungan produksi, “kalau saya tidak batasi, saya tidak mampu stok barang terlalu banyak, belum juga harus mikir gaji mereka.” ujarnya.
Kondisi seperti ini mengancam industri sarung tradisional di Kabupaten Gresik, padahal seharusnya produk sarung tradisional ini mempunyai potensi sebagai produk unggulan Kabupaten Gresik.
Mereka berharap perekomian segera membaik, karena tidak sedikit pengusaha sarung tradisional di Kecamatan Cerme dan Benjeng sudah gulung tikar karena keadaan ini.(A Ghofar/K1)