kabargresik.com – Kasus perceraian di Gresik sepertinya terus meningkat dari tahun per tahun. Kondisi memprihatinkan ini perlu mendapat penanganan, agar laju angka perceraian dapat dikendalikan.
Menurut data dari Pengadilan Agama (PA) Gresik ada 1599 kasus perceraian di Gresik selama bulan Januari hingga September 2016. Ini berarti ada 1599 perempuan berstatus baru sebagai janda.
Istiqomi Panitera muda PA Gresik, menjelaskan kasus gugat cerai adalah suatu perkara perceraian yang diajukan oleh seorang istri. Sedangkan cerai talak adalah Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama.
“Ini belum pada tahun 2016, bulan Januari-September kasus perceraian dari cerai talak sebanyak 499, dan gugat cerai sebanyak 1100, ini masih satu semester jumlah kasusnya malah meningkat drastis,” katanya menjelaskan.
Tahun 2015 kasus talak sebanyak 655, belum lagi kasus gugat cerai sebanyak 1409. Melihat angka-angka yang begitu besar dalam kasus perceraian di Kabupaten Gresik, tentu pemerintah harus berupaya penuh untuk menekan angka perceraian supaya tidak lagi meningkat.
Tentu penyebab dari kasus perceraian tersebut macam-macam. Sumber dari PA Gresik, yang paling dominan dari kasus perceraian adalah gugat cerai. Hal ini dipicu oleh rendahnya pengetahuan pasangan muda tentang membangun keluarga.
“Macam-macam kasusnya, ada yang ditinggal pergi tidak kembali, perselingkuhan, selama 6 bulan tidak diberi nafkah, tapi yang paling dominan persoalan ekonomi,” kata Istiqomi.
Ia juga menjelaskan kalau yang paling banyak mengajukan kasus perceraian itu justru dari buruh tani. Lemahnya pendidikan dan kurangnya pemahaman agama menjadi faktor penting penyebab perceraian itu meningkat.
“Kadang-kadang tidak ada kejujuran dalam keuangan, kurang tanggung jawab lah, sebenarnya bisa diselesaikan secara baik-baik tanpa harus ke pengadilan agama,” jelasnya.
Melihat hal ini, Kepala Kemenag Gresik Haris Hasanudin memprihatinkan besarnya angka kasus perceraian di Gresik, apalagi yang mendominasi adalah soal perekonomian. Faktor ekonomi menurut Haris menjadi sebuah pemicu terhadap lingkungan masyarakat. Apalagi dunia pertelevisian kita selalu memperlihatkan dunia yang glamor yang tidak mudah ditiru oleh masyarakat kita.
“Masyarakat kita sudah dijajah dihegonomi oleh pemikiran-pemikiran kapitalis. Jadi hidup bahagia itu kalau punya uang banyak, semuanya harus diukur dengan uang, tanpa mengerti sisi lain dari kehidupan. ” kata kepala Kemenag itu.
Haris juga menjelaskan penyebab lain selain ekonomi bisa jadi, dari rendahnya pendidikan dan minimnya pengetahuan agama. Karena Pendidikan juga sangat menentukan dari sikap prilaku seseorang tersebut.
“Pendidikan maksud saya bukan formal atau non formal, tapi lebih dedikasi terhadap perilaku dari seorang tersebut. Ini bisa jadi gagalnya pendidikan kita, karena sejauh yang saya amati, pendidikan kita lebih menekan kan pada koknitif atau hafalan, jadi seorang murid hanya mampu berteori. Semisal dia mengerti kalau perceraian itu dilarang agama dan sangat dibenci, tapi mereka tetap melakukan,” kata ia menjelaskan panjang lebar.
“Berbeda kalau yang kita gunakan selain koknitif juga afektif (praktek) itu juga harus dilakukan, ini harus menjadi perhatian khusus di dalam dunia pendidikan kita, karena pasti berimbas juga dalam membangun keluarga,” tutupnya. (aam.k1)