kabargresik.com – Desa Dalegan Panceng, menjadi salah satu desa yang mandiri dalam pengelolaan pariwisatanya. Pariwisata yang dikelola langsung oleh pemerintah desa, dianggap tidak mudah bagi Qolib selaku kepala desa untuk mengembangkannya.
Perbaikan akses jalan menuju lokasi wisata menjadi problem utama bagi Qolib, yang belum terselesaikan sampai saat ini. Selain anggaran yang diajukan ke pemerintah belum disetujui, kesulitan yang dihadapi dikarenakan jalan raya menuju lokasi wisata memang sempit, karena berhadapan langsung dengan rumah warga. “Banyak pengunjung yang mengeluh karena jalan menuju lokasi wisata. Namun sampai saat ini kita masih berusaha untuk memperbaikinya”, jelas Qolib yang ditemui pada Kamis (6/10).
Wisata pantai yang dikenai biaya tiket masuk sebesar Rp. 6000,- untuk dewasa, dan Rp. 4000,- untuk anak anak ini setiap tahunnya mengalami kenaikan jumlah pengunjung. Tentunya sejalan dengan banyak omset yang didapat oleh desa setiap tahunnya.
Kepala desa Dalegan menjelaskan bahwa setiap tahunnya omset yang didapat sekisar 2 sampai 3 Miliar Rupiah. Untuk tahun 2016 ini desa memiliki target perolehan sebesar 3,2 M. Namun sampai bulan September kemarin, perolehan masih mencapai 2,8M. “Tapi ini masih ada 3 bulan, harusnya ya masih bisa mencapai target”, tambahnya dengan wajah sumringah.
Omset wisata yang didapatkan tidak begitu saja masuk ke pemasukan kas desa. Dana sebesar 600 sampai 700 juta sebagai kontribusi ke pemerintah setiap tahunnya. Selain itu tanah yang ada di area wisata, bukan keseluruhan milik desa. Melain kan ada sebagian milik perusahan dari CV. Mahendra, yang setiap tahunnya desa harus menyewa dengan dana sebesar 75 juta Rupiah.
Untuk mengatur dan meyakinkan warganya, Qolib sebagai kepala desa mengaku tidak mengalami kesusahan. karena adanya wisata pasir putih ini dapat memberikan lowongan pekerjaan untuk warganya yang pengangguran. Mengenai hal tersebut, Qolib beserta aparatur desa memiliki strategi tersendiri untuk menghilangkan kecemburuan sosial pada warganya. Desa yang memiliki 40 RT ini memberikan kesempatan untuk semua warganya agar dapat bekerja di pasir putih. Cara yang digunakan oleh pemerintah desa adalah dengan manggilir setiap warga di masing-masing RT secara bergantian setiap hari. Dengan bayaran 90ribu Rupiah per kepala setiap satu harinya.
Selain itu, aparatur desa juga bekerja sama dengan karang taruna dan club bola milik desa (Persada) untuk menjadikan lapangan desa sebagai tempat parkir, terutama pada hari-hari besar. Untuk lahan parkir sendiri, desa memberi anggaran untuk karang taruna sebesar 40 juta Rupiah. Untuk keuntungan, warga desa Dalegan diberi kebebasan untuk masuk wisata tanpa menggunakan tiket masuk.
Wisata Pasir Putih (WPP) sendiri mulai dibangun oleh pemerintah desa Dalegan pada tahun 2001. Saat itu Qolib yang menjabat sebagai kepala desa periode pertama, memiliki inisiatif untuk membangun dan mengenalkan pantai yang ada di desanya sebagai objek wisata. Pada saat itu tidak mudah untuk meyakinkan warganya yang memiliki pro dan kontra terhadap dirinya. Namun Qolib tetap berusaha untuk meyakinkan dan meminta kesempatan pada warganya untuk mengikutinya terlebih dahulu. Alhasil pada tahun 2006 wisata pasir putih semakin dikenal dan banyak pengunjung, “bukan waktu yang singkat untuk menunggu keberhasilan itu” ucap Qolib.
Setelah lengser dari kepala desa, dan digantikan oleh kepala desa baru, nama WPP sempat dirubah menjadi WISID (Wisata Indah Segoro Dalegan). Pergantian nama tersebut dengan alasan nama Pasir Putih sama dengan wisata yang ada di Pacitan. Namun sebagai pencetus nama dan inisiatif untuk membangun wisata, Qolib mengembalikan lagi nama WPP saat ia terpilih kembali sebagai kepala desa periode kedua. “Saat pergantian nama itu saya tidak dikasih tau. Kalau dikasih tau ya pasti tidak boleh, lah wong saya yang punya inisiatif memberi nama pertama kok”, ungkap Qolib.
Objek wisata yang banyak dipromosikan melalui sosial media kini semakin ramai pengunjung, dan memberi banyak keuntungan pada warganya. Banyak warga yang senang karena bisa menggunakannya sebagai lapangan pekerjaan, mulai jualan sampai penyedia fasilitas permainan. Desa mereka juga lebih dikenal dibanding sebelum adanya wisata tersebut.
Saat ditanya keluhan karena adanya objek wisata, Arwandi (22) selaku warga mengaku “keluhan paling sering dari warga Dalegan biasanya karena jalanannya ramai. Tapi itu sudah tidak jadi masalah, karena warga sudah banyak terbiasa dengan kondisi itu, terutama saat hari besar. Mereka juga lebih merasakan positifnya ketimbang negatifnya”.
Sebelum mengakhiri pembicaraan, Qolib mengakui keluh kesahnya dalam memimpin desa wisata yang paling dirasakan adalah saat ingin membangun fasilitas pariwisata namun dananya kurang. Selain itu ia merasa senang, karena warga dan anggota aparat desa selalu mendukung dan selalu mendiskusikan setiap ada kesulitan. [linda/mg2/k1]