kabargresik.com Untuk menjaga dan mengenalkan kembali tradisi ini, Yayasan Gang Sebelah mengadakan acara Ziarah Damar Kurung. Acara ini bertujuan untuk menelusuri jejak-jejak Damar Kurung serta memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai nilai sejarah dan seni yang terkandung di dalamnya.
Selama ziarah, peserta diajak untuk memahami lebih dalam makna Damar Kurung melalui berbagai kegiatan, mulai dari menyaksikan proses pembuatan hingga mengunjungi lokasi-lokasi bersejarah yang berkaitan dengan seni ini.
Menelusuri Jejak Damar Kurung: Dari Kafe Sualoka Hub hingga Rumah Mbah Masmundari
1. Proses Perakitan di Kafe Sualoka Hub
Perjalanan dimulai di Kafe Sualoka Hub, tempat di mana ibu-ibu dari Sidokumpul diberdayakan untuk membuat Damar Kurung. Anhar, seorang seniman asal Gresik, membimbing proses perakitan lampion ini agar tetap mempertahankan nilai tradisionalnya. Peserta dapat melihat secara langsung bagaimana Damar Kurung dirancang dan dibuat secara manual dengan teknik yang diwariskan turun-temurun.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
2. Kunjungan Virtual ke Museum Masmundari
Peserta kemudian mengikuti kunjungan virtual ke Museum Masmundari. Kepala museum, Raja Iqbal Islamy, menjelaskan lebih lanjut tentang kehidupan dan karya-karya Mbah Masmundari. Beliau mengungkapkan bahwa sebagian besar lukisan Masmundari menggambarkan kehidupan masyarakat pesisir Gresik, seperti di Kroman, serta tema lain seperti Ancol.
3. Mengagumi Koleksi di Gresiknesia
Ziarah dilanjutkan ke Gresiknesia, sebuah kedai kopi yang menyimpan koleksi lukisan Damar Kurung orisinal karya Mbah Masmundari. Di sini, peserta dapat mengamati langsung detail pewarnaan dan teknik pelestarian lukisan-lukisan yang telah berusia puluhan tahun. Mereka juga berkesempatan bertanya langsung tentang metode pewarnaan yang digunakan serta cara merawat karya seni ini agar tetap terjaga keasliannya.
4. Mengunjungi Rumah Mbah Masmundari
Destinasi terakhir adalah rumah almarhum Mbah Masmundari di Pojok. Di sana, peserta disambut oleh Ahmad Andrianto, cucu dari Mbah Masmundari. Andre, sapaan akrabnya, menunjukkan lukisan-lukisan, alat lukis, serta bahan pewarna yang digunakan oleh neneknya dalam menciptakan Damar Kurung. Ia juga menjelaskan komposisi dan struktur seni yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Namun, tradisi tahunan penjualan Damar Kurung saat padusan kini terhenti. Cucu Mbah Masmundari yang sebelumnya menjadi penerus seni ini telah wafat, sehingga keluarga tidak lagi menjual Damar Kurung.
“Kami kemarin tidak menjual Damar Kurung karena cucu Mbah Masmundari sudah meninggal,” ujar Andre.
Andre berharap agar seni Damar Kurung tetap lestari dan diwariskan kepada generasi mendatang.
“Harapannya, seni Damar Kurung terus dilestarikan oleh generasi sekarang. Ini bukan sekadar lampion, tapi warisan budaya yang penuh makna,” pungkasnya.
Melalui acara Ziarah Damar Kurung, diharapkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga tradisi ini semakin meningkat. Seni ini tidak hanya sekadar hiasan, tetapi juga cerminan sejarah dan identitas budaya Gresik yang harus tetap dijaga.
Damar Kurung: Lampion Bersejarah yang Menjadi Warisan Budaya Nasional
Damar Kurung merupakan lampion khas Gresik yang terbuat dari kayu berbentuk segi empat dan dilapisi kertas bergambar. Tradisi ini telah dikenal sejak sebelum abad ke-16 pada masa Sunan Prapen. Setelahnya, Damar Kurung kembali populer berkat maestro seni, Mbah Masmundari, yang menghidupkan kembali seni ini hingga menjadi ikon budaya Gresik.
Pada tahun 2017, Damar Kurung ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Nasional. Namun, seiring perkembangan zaman dan teknologi, minat masyarakat terhadap seni tradisional ini semakin menurun. Hal ini menjadi tantangan besar dalam upaya pelestarian budaya Damar Kurung.
Penulis : Daniel Andayawan
Editor : Akhmad Sutikhon