
kabargresik.com – Memang segar ketika kita meminum legen, bahkan konon khasiatnya pun menjadi obat gagal ginjal. tapi di sisi lain penjual legen harus mempertaruhkan nyawanya untuk memanjat pohon siwalan yang hampir 20 meter tanpa alat keselamatan tersebut.
Pria yang berani mempertaruhkan nyawanya demi kepulan di dapur itu adalah Ahmad Dhoni (46) , warga Dusun Larangan Dalegan ini berani memanjat pohon siwalan untuk mengambil air dari pohon siwalan tersebut. Sehabis subuh pria ini berangkat ke ladang untuk mangambil tetesan air siwalan itu.
Peralatan yang digunakanpun hanya membawa pisau sama bethek (tempat legen terbuat dari bambu). Alat keselamatannya pun tidak ada sama sekali padhal tinggi pohon tersebut kisaran 15 sampai 20 meter. “Memang pengen beli alat keselamatan mas, tapi harganya sangat mahal, ujar Dhoni kepada kabargresik.com (20/09).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dhoni masa mudanya adalah tenaga kerja Indonesia (TKI), namun karena di perantauan sudah tidak mengahasilkan dan menunggu ibunya yang sedang sakit dua tahun terakhir, akhirnya bapak tiga anak ini pun memutuskan untuk menjadi pemanjat pohon siwalan.
Awalnya sulit melakukan Profesi ini dan mengandung resiko tapi karena sadar keluarganya butuh makan dan juga untuk meneruskan tradisi keluarga, akhirnya ia mau melanjutakannya. Mantan TKI ini termasuk generasi ke tiga pemanjat pohon dari keluarganya, “dahulu mbah buyut saya, juga menjadi pemanjat pohon siwalan” ujar Dhoni, di sela-sela memanjat pohon tersebut.
Satu botol legen satu setengah liter di jual kisaran Rp. 8.000,- dengan harga tersebut tentunya kurang pantas karena memang resiko yang di jalankan pemanjat pohon sangat tinggi dan beresiko. Pohon siwalan itupun bukan miliknya, namun ia membelinya dengan harga 50.000,- per pohon. Tiap harinya bapak tiga anak ini pun menghasilkan 20-30 botol per hari, tapi terkadang jika musim hujan mereka cuma mendapatkan 10 botol saja per hari dan kalau tidak laku akan di olah menjadi gula merah.
Pemanjat pohon siwalan mulai di tinggalkan masyarakat karena berbagai alasan dan kurangnya keselamatan, tercatat cuma lima orang yang masih aktif memanjat pohon siwalan didaerah tersebut, padahal pada tahun 90an, ada puluhan pemanjat pohon siwalan. Generasi muda pun tidak banyak yang mau meneruskan karena memang butuh keahlian khusus untuk memanjatnya.
Untuk menjadikan minuman legen ini tidak punah dan bisa di nikmati anak cucu kita kelak, semoga ada pihak-pihak yang bisa mengembangkan teknologi dan khususnya keselamatan pemanjat perlu di lindungi karena memang sudah banyak korban yang terjatuh dan bahkan sampai meninggal karena memang tinggi pohon siwalan berkisar antara 15-20 meter. (Akmal/mg1/tik)











