PKDI Gresik Kritik Keras DPRD Soal Pemanggilan Kades
Persatuan Kepala Desa Indonesia (PKDI) Kabupaten Gresik melontarkan protes keras terhadap langkah DPRD Gresik yang memanggil sejumlah kepala desa untuk menghadiri hearing.
Ketua PKDI Gresik, Nurul Yatim, menyebut tindakan tersebut melanggar asas legalitas dan etika pemerintahan. Ia mengacu pada UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, terutama Pasal 26 ayat (4), yang menjelaskan bahwa kepala desa bertanggung jawab kepada masyarakat dan melapor kepada bupati atau wali kota.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“DPRD Bukan Lembaga Pemeriksa Kepala Desa”
Yatim mempertanyakan dasar hukum pemanggilan tersebut. Menurutnya, DPRD adalah lembaga legislatif, bukan lembaga pemeriksa administrasi pemerintahan desa.
“Dengan dasar apa DPRD memanggil dan menginterogasi kepala desa seolah dalam proses pemeriksaan hukum?” ujar Yatim dengan nada tegas, Sabtu (10/5/2025).
Ia menilai forum terbuka seperti hearing yang digelar DPRD berpotensi mencederai martabat kepala desa yang telah dipilih langsung oleh rakyat.
Etika Pemerintahan dan Otonomi Desa Terancam
Yatim menambahkan, pemanggilan tersebut bukan hanya persoalan etika kelembagaan, tapi juga menyangkut asas pemerintahan yang baik. Ia menekankan pentingnya menjaga marwah jabatan kepala desa.
“Ini bukan solusi, justru menambah masalah,” tegas Kepala Desa Baron, Kecamatan Dukun ini.
Menurutnya, apabila ada laporan dari masyarakat, DPRD seharusnya menyalurkannya melalui bupati atau Dinas PMD Gresik, bukan langsung memanggil kepala desa.
“DPRD Jangan Jadi Alat Tekanan Politik”
Yatim memperingatkan bahwa pola ini bisa menjadi preseden buruk. Bila dibiarkan, dikhawatirkan DPRD akan berubah menjadi alat tekanan politik terhadap desa.
“Ini berpotensi merusak tatanan otonomi desa yang dijamin undang-undang. Saya berharap tidak terulang lagi,” ujarnya.
Ia mengutip UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pada Pasal 27 ayat (3), disebutkan bahwa DPRD hanya memiliki tiga fungsi: legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Pengawasan Desa Bukan Kewenangan DPRD
Yatim merujuk Permendagri Nomor 73 Tahun 2020 tentang Pengawasan Keuangan Desa. Dalam aturan itu, pengawasan dilakukan oleh inspektorat daerah dan kepala daerah, bukan oleh DPRD.
Selain itu, Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menegaskan bahwa BPD adalah lembaga pengawasan internal di tingkat desa.
“DPRD tidak punya kewenangan administratif terhadap desa. Pengawasan mereka sebatas pada pelaksanaan Perda dan APBD,” tegasnya.
Ketua DPRD Gresik: Kami Hanya Menindaklanjuti Aduan
Ketua DPRD Gresik, M Syahrul Munir, membenarkan pemanggilan tersebut. Ia menyebut DPRD hanya menindaklanjuti surat aduan dari masyarakat.
“Kami panggil karena ada surat masuk. Kami hanya mediasi,” katanya saat dihubungi pada hari yang sama.
Syahrul menegaskan bahwa DPRD tidak bermaksud menghakimi kepala desa. “Kalau ada unsur pidana atau perdata, itu ranah pengadilan,” jelas politisi PKB tersebut.
Kades Gunakan APBD, DPRD Klaim Punya Hak Awasi
Syahrul menyebut bahwa DPRD tetap memiliki hak untuk memanggil kepala desa. Alasannya, kepala desa adalah pengguna anggaran daerah.
“Dalam fungsi pengawasan, kami berhak memastikan anggaran digunakan sesuai peruntukannya,” tambahnya.
Perlu Kejelasan Mekanisme dan Batas Kewenangan
Kontroversi ini menunjukkan pentingnya kejelasan mekanisme pengawasan desa dan batas kewenangan antar lembaga. Perlu ada sinergi dan penghormatan terhadap etika serta aturan perundang-undangan, agar tidak terjadi tumpang tindih wewenang yang justru melemahkan tata kelola pemerintahan desa.
Penulis : Akhmad Sutikhon
Editor : Akhmad Sutikhon