Pendar lampu jalan di Kampung Tua Kemasan, Gresik, menerangi lalu-lalang kendaraan yang lebih ramai dari biasanya. Di ujung gang kecil itu, ratusan orang dari berbagai kota, seperti Sidoarjo, Mojokerto, hingga Pasuruan, berkumpul untuk menyaksikan pembukaan pameran bertajuk “Pomah”.
Pameran ini digelar oleh Gerakan Senirupa Gresik (Gasrug) untuk menandai satu dekade perjalanan mereka. Diselenggarakan di Galeri Loteng, Sualoka.Hub, Jalan Nyai Ageng Arem-Arem Gang 3 No.20, Kelurahan Pekelingan, Gresik, pameran berlangsung mulai 26 April hingga 26 Mei 2025. Pameran ini dikurasi dan ditulis oleh pengajar sekaligus sastrawan, Dewi Musdalifah.
Sebanyak 18 perupa terlibat dalam pameran “Pomah”, antara lain Aam Artbrow, Aly Waffa, Aris Daboel, A. Feri, Didik Triyoko, Joko Iwan, Kak Komang, Mujib Darjo, Mufid, Riyanto, Rachmad Basuki, Rezzo Masduki, Yoni, Sahlul Fahmi, Subeki, Sugihartono, Loyong Budi, dan Dimas Prayogo.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pomah” tidak sekadar menjadi ajang temu kangen, tetapi juga menjadi momentum sakral untuk merenungkan perjalanan satu dekade Gasrug. Dewi Musdalifah menuturkan bahwa pameran ini bukan hanya menyoal tentang hadir atau tidaknya pameran seni rupa di Gresik.
“Gasrug kini tidak hanya hadir mengisi kekosongan pameran, melainkan juga menarik perhatian komunitas seni rupa dari luar kota untuk melihat Gresik sebagai wilayah seni yang terus tumbuh,” ujarnya.
Menurut Dewi, pameran ini tidak sekadar menunjukkan eksistensi, tetapi menawarkan gagasan yang mendorong impresi baru dalam dunia seni rupa.
Dari keragaman karya para perupa Gasrug, terlihat bahwa atmosfer seni rupa di Gresik masih terjaga meskipun di tengah pesatnya perkembangan industri. Pameran ini menjadi ruang untuk “pulang” dan merenungi hubungan personal dengan karya seni.
“Menghadapi karya-karya ini membuat kita memformulasi perasaan, dugaan, dan gagasan melalui pengalaman artistik masing-masing,” tambahnya.
Dalam sambutannya, Aris Daboel, salah satu perupa Gasrug, menegaskan bahwa pameran “Pomah” menjadi simbol kepulangan komunitas seni ini ke tanah kelahiran mereka.
“Setelah bertahun-tahun berpameran di luar Gresik, pada usia 10 tahun ini kami merasa perlu pulang. Karena sebaik-baiknya tempat adalah rumah, yaitu Gresik,” tutupnya.
Penulis : Daniel Andayawan
Editor : Akhmad Sutikhon