Permintaan Sulfur di Indonesia Meningkat
GRESIK — Petrokimia Gresik, perusahaan Solusi Agroindustri anggota holding Pupuk Indonesia, berkomitmen memperkuat hilirisasi sulfur guna mendukung kemandirian industri kimia nasional dan kemajuan pertanian dalam negeri.
Komitmen ini disampaikan Direktur Utama Petrokimia Gresik, Dwi Satriyo Annurogo, saat menjadi pembicara di Argus Fertilizer Asia Conference 2025 yang digelar di Bali, beberapa waktu lalu.
Dwi Satriyo menjelaskan, permintaan sulfur di Indonesia terus meningkat seiring pertumbuhan sektor pertanian, ekspansi industri logam dan mineral, serta ketergantungan terhadap impor akibat terbatasnya pasokan sulfur domestik.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Di antara banyak bahan baku, sulfur tampak kecil secara visual, namun memiliki dampak besar terhadap keberlangsungan proses produksi Petrokimia Gresik,” ungkap Dwi Satriyo sambil menunjukkan diagram konektivitas bahan baku perusahaan.
Sulfur menjadi bahan baku penting dalam produksi asam sulfat, yang merupakan komponen utama untuk menghasilkan phosphoric acid. Produk ini kemudian menjadi dasar pembuatan berbagai jenis pupuk fosfat, termasuk NPK Phonska, pupuk fosfat, kalium sulfat, dan amonium sulfat, yang sangat vital bagi sektor pertanian.
“Kami mengoperasikan fasilitas produksi asam sulfat berkapasitas 1,8 juta ton per tahun, menjadikan Petrokimia Gresik salah satu produsen asam sulfat terbesar di Indonesia,” tambahnya.
Peran Vital Sulfur untuk Pertanian
Lebih lanjut, Dwi Satriyo memaparkan bahwa sulfur merupakan unsur hara makro esensial yang penting untuk pertumbuhan optimal tanaman. Kekurangan sulfur dapat menyebabkan klorosis pada daun muda, pertumbuhan terhambat, dan keterlambatan kematangan tanaman.
Adapun fungsi utama sulfur pada tanaman meliputi:
-
Meningkatkan pembentukan klorofil untuk mendukung fotosintesis.
-
Membantu pembentukan protein dan enzim tanaman.
-
Meningkatkan efisiensi penggunaan nitrogen.
-
Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap stres lingkungan.
-
Memperkuat aroma dan rasa tanaman, terutama hortikultura seperti bawang dan sayuran daun.
“Dengan peran vital tersebut, ketersediaan sulfur dalam tanah harus dijaga melalui pemupukan dan pengelolaan lahan yang tepat,” tegas Dwi Satriyo.
Hilirisasi sulfur oleh Petrokimia Gresik tidak hanya untuk pertanian, tetapi juga untuk mendukung industri nasional. Sulfur dioptimalkan menjadi bahan baku gypsum dan purified gypsum untuk industri semen, serta digunakan dalam pengembangan produk kimia bernilai tambah seperti Methyl Ester Sulfonate (MES), surfaktan hijau untuk industri migas dan deterjen.
Selain itu, sulfur juga menjadi bahan baku Dissodium Sulphate yang digunakan dalam industri kertas, tekstil, dan pulp.
Dwi Satriyo menegaskan bahwa Petrokimia Gresik menjadi pelopor dalam produksi green surfactant berbasis MES, yang ramah lingkungan dan mendukung hilirisasi berbasis sulfur.
“Petrokimia Gresik berkomitmen menjaga keberlanjutan pengelolaan sulfur. Ini menjadi bentuk nyata kontribusi kami dalam mewujudkan kemajuan pertanian nasional serta kemandirian industri kimia di Indonesia,” pungkasnya.