Gresik – Di tengah derasnya arus digitalisasi, tradisi kepenulisan sastra masih kurang mendapat perhatian dari masyarakat maupun pemerintah. Menyikapi hal itu, para pelaku seni di Gresik melalui Yayasan Gang Sebelah berupaya memperkuat ekosistem sastra di Kota Santri.
Upaya tersebut diwujudkan lewat forum Sapa Sastra 2025 yang digelar di Café Sualoka Hub, Kampung Kemasan, Minggu malam (19/10/2025). Acara ini menjadi bagian dari Program Penguatan Komunitas Sastra yang diinisiasi Direktorat Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan Kementerian Kebudayaan RI.
Sebelumnya, pada Sabtu (18/10), Yayasan Gang Sebelah juga menggelar FGD yang diikuti 30 peserta lintas disiplin. Mulai dari pendidik, penulis, penikmat sastra, hingga pegiat budaya ikut berpartisipasi aktif dalam diskusi tersebut.
Ketua Yayasan Gang Sebelah, Hidayatun Nikmah, mengatakan kegiatan ini lahir dari kegelisahan para pelaku sastra di Gresik yang merasa tradisi kepenulisan belum mendapat dukungan cukup luas.
> “Sapa Sastra ini merupakan tindak lanjut dari hasil FGD yang berlangsung pada hari Sabtu kemarin,” ujarnya.
Menurut Hidayatun, forum ini bertujuan menggali strategi aktivasi sastra agar karya, ruang, dan komunitas dapat saling menguatkan serta lebih membumi di tengah masyarakat.
> “Agar sastra tidak berhenti sebagai wacana elitis, melainkan menjadi praktik hidup yang dekat dengan masyarakat,” tuturnya.
Sejumlah sastrawan Gresik seperti Yogi Ishabib, Imam Muhtarom, dan Dewi Musdalifah turut hadir sebagai narasumber.
Dewi Musdalifah menyoroti minimnya ruang apresiasi dan dukungan pemerintah terhadap karya sastra lokal.
> “Kegiatan bedah buku di Gresik hampir seratus persen membahas buku sejarah. Buku sastra tidak pernah dianggap penting untuk dibedah,” ungkapnya.
Ia juga menyebut, lemahnya dukungan itu membuat penulis Gresik belum terbiasa melakukan riset dalam proses kreatif mereka.
> “Kita menghadirkan penulis dari daerah lain untuk belajar bagaimana meriset dan mewawancarai masyarakat agar menemukan hal-hal baru di Gresik,” paparnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Kebudayaan Gresik, Irfan Akbar, berharap forum ini dapat melahirkan rekomendasi yang bisa ditindaklanjuti komunitas dan pemerintah daerah.
> “Sehingga sastra tidak hanya diperbincangkan secara individu, tetapi juga sebagai ekosistem dari hulu ke hilir. Mulai dari pembaca, penulis, hingga ruang sekolah,” pungkasnya.
Editor : Akhmad Sutikhon












