Industri hulu migas didorong untuk menciptakan efek berganda (multiplier effect) bagi perekonomian nasional dan daerah oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS)
Pemeningkatkan implementasi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dan mensosialisasikan pengembangan kapasitas nasional industri migas untuk mencapai target produksi minyak 1 juta barel per hari dan 12 miliar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada 2030 menjadi prioritas.
Industri hulu migas masih menjadi sektor vital dalam membantu perputaran roda perekonomian nasional maupun daerah, bahkan di tengah hantaman pandemi Covid-19. Kehadiran industri hulu migas tidak hanya memberikan dampak positif pada pendapatan pemerintah daerah melalui dana bagi hasil migas, tetapi juga pada masyarakat melalui dampak tak langsung atas beroperasinya suatu wilayah kerja migas.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada 2020 kontribusi hulu migas ke penerimaan negara mencapai Rp122 triliun atau 144 persen dari target APBN-P 2020. Hingga Agustus 2021, penerimaan negara dari sektor hulu migas malahan sudah mencapai Rp125 triliun atau 125 persen dari target APBN 2021.
Terkait TKDN, pemerintah telah menetapkan tingkat capaian pada hulu migas sebesar 57 persen. Dengan nilai pengadaan hulu migas yang mencapai $6,051 miliar pada tahun ini, maka ada sekitar $3,448 miliar alokasi untuk TKDN yang akan mendukung industri nasional.
Untuk mencapai target TKDN, SKK Migas dan KKKS bersama membuat Vendor Development Program. Hal ini merupakan upaya memberdayakan perusahaan dalam negeri untuk berkembang dan dapat digunakan oleh KKKS.
Program ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penyedia barang/jasa yang dibutuhkan hulu migas. Melalui Vendor Development Program, perusahaan-perusahaan lokal bisa mendapatkan pengetahuan dari perusahaan-perusahaan mancanegara untuk dapat memenuhi kebutuhan industri hulu migas sesuai dengan kriteria pemerintah.
Program ini juga bertujuan untuk membina dan meningkatkan potensi perusahaan kecil lokal melalui program kemitraan, pembukaan lapangan kerja dan akses bisnis, serta pengembangan industri penunjang migas yang didalamnya terdapat usaha kecil dan usaha menengah.
Menurut Kepala Perwakilan SKK Migas Wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Nurwahidi, SKK Migas terus melakukan pemetaan potensi-potensi di daerah agar perusahaan lokal dapat turun andil dalam industri hulu migas dan memberikan efek berganda yang lebih luas. Bahkan untuk nilai pengadaan sampai Rp 10 miliar, diperuntukan untuk perusahaan lokal
“Untuk memetakan hal tersebut, kami berkomunikasi dengan asosiasi-asosiasi di daerah. Kami coba gali potensi apa yang mereka punya dan dapat kita manfaatkan,” tegas Nurwahidi.
Untuk lebih meningkatkan efek berganda pada skala perekonomian nasional melalui kolaborasi antar pemangku kepentingan dengan tujuan utama menampilkan industri binaan hulu migas, dan peningkatan awareness seluruh KKKS dan perusahaan demi memaksimalkan penggunaan produk barang/jasa dalam negeri, maka dipandang perlu diselenggarakan sebuah forum dengan fokus pada peningkatan kapasitas nasional hulu migas. Untuk itu, SKK Migas dan KKKS akan menggelar Forum Kapasitas Nasional 2021 pada 21-22 October 2021, dengan harapan dapat menjadi bagian dari bentuk dukungan terhadap salah satu pilar utama dalam program IOG Tranformation SKK Migas menuju tercapainya 1 juta barel minyak dengan capaian TKDN yang maksimal.
Sementara itu, PT Federal Solusi Indotama (FSI), mitra Petronas, adalah salah satu dari perusahaan lokal yang telah mendapatkan pengalaman tersebut. Perusahaan supply dan trading yang berbasis di Surabaya, Jawa Timur, ini mengkhususkan diri dalam bidang perdagangan dan perlengkapan industri, seperti pertambangan, pabrik baja, serta menyediakan banyak produk, seperti katup, listrik, isolasi, pipa dan fitting, peralatan hidrolik.
FSI mengawali usahanya dengan membuka sebuah kantor yang kecil dan tiga orang karyawan. Namun sejak mengintegrasikan diri menjadi salah satu vendor di Petronas pada 2012, perusahaan tersebut kian berkembang pesat. Hal ini bisa dilihat dari revenue perusahaan pada 2012 yang hanya mencapai Rp600 juta per tahun dan pada 2020 meroket ke angka Rp20 miliar
“Dengan adanya Petronas kami juga mendapatkan pengetahuan lebih dan kami juga mendapatkan referensi untuk kami bisa berkembang di K3S yang lain,” ujar Hendrianto, Business Development FSI.
Malahan, saat ini perusahaan sudah dapat menghandle beberapa blanket order dan dipercaya juga oleh beberapa principle dari luar negeri untuk menjadi distributor maupun short agent. Blanket order adalah komitmen dari customer untuk membeli produk atau layanan dari supplier secara berkelanjutan hingga nilai pesanan tertentu tercapai. Sementara short agent adalah agen yang ditunjuk perusahaan dalam jangka pendek tertentu.
“Ini semua berkat preferensi yang diberikan Petronas dan juga kami belajar banyak dari apa yang telah diberikan oleh Petronas kepada kami,” tambahnya. (Tik)