
kabargresik.com – Jajanan tradisional seakan hilang ditelan jaman. Tidak banyak penjual yang bertahan ditengah persaingan dengan jajanan modern. Namun hal berbeda dilakoni oleh Asyarotun (54) warga Tiremmenggal, Dukun Gresik yang memilih bertahan dengan jajanan tradisional Getuk Lindri selama 30 tahun.
Ibu yang memiliki satu anak dan dua cucu ini mengaku bertahan dengan jualan jajanan tradisional karena memang sudah turun temurun dari orang tuanya. Ditambah dengan kondinya yang sudah ditinggal suami meninngal selama 5 tahun ini, membuatnya mencari nafkah untuk dirinya sendiri. Salah satu tempat ia berjualan adalah pasar desanya, Tiremmenggal. Bukan hanya di pasar Tirem, biasanya Asyarotun juga menjual jajanannya ke pasar-pasar tradisional pada hari-hari tertentu. Seperti hari Pahing di Tirem, Kliwon dan Pon ke Pasar karanggeneng Lamongan. Namun dihari-hari biasa juga berjualan di desanya (Tirem) tetapi dengan jumlah yang lebih sedikit. Banyak jenis jajanan yang dijual oleh ibu Asyarotun, namun yang menarik kali ini adalah getuk Lindri yang paling banyak peminatnya.
Gethuk lindri, salah satu jenis jajanan tradisional yang masih eksis dan banyak ditemui di pasar-pasar tradisional. Jajanan dengan bahan dasar singkong ini sangat mudah pembuatannya. Hanya membutuhkan singkong yang sudah dikukus, lalu dihaluskan dengan sedikit gula, dicampur dengan pewarna makanan agar leih menarik, kemudian singkong yang sudah halus, digiling menggunakan cetakan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Harga jual gethuk lindri masih sangat terjangkau, dengan harga Seribu Rupiah kita sudah bisa mendapatkanya. Meskipun dengan harga jual yang terbilang murah, penjual jajanan tradisional ini dapat meraup hasil penjualan sekitar 500 – 700 ribu Rupiah ketika kondisi pasar ramai. Namun ketika sepi hari-hari biasa, paling tidak mendapatkan hasil 300 ribu Rupiah. “yang penting bisa balik modal, paling tidak sama bisa beli beras buat makan loh nak” ungkapnya sambil tersenyum.

Ditengah banyaknya jajan modern yang bermunculan, ia (Asyarotun) masih tidak kebingungan untuk mencari pelanggan karena orang itu punya selera jajanan yang berbeda. Ditambah dengan lamanya ia berjualan, membuatnya memiliki pelanggan sendiri. Bahkan bukan hanya dari desa Tirem saja, pelangganya banyak juga dari dari desa-desa tetangga. Kebanyakan pelanggannya memang orang-orang yang sudah sepuh, usia diatas 35 tahun. “Kalau anak muda sekarang ya gk ada yang kenal sama jajanan kayak gini. Pasti yang beli ya banyak ibu-ibu” tutur Tasemi (55) salah satu pelanggan dari desa Kaliagung kecamatan Dukun, yang mengaku setiap hari membeli jajanan pada Asyaratun.
Alasan ia setiap hari membeli jajanan tradisional didasari dari kesukaan, ditambah juga saat ini memamg sudah jarang orang berjualan kalau bukan pada hari-hari pasaran tertentu. Selain untuk dirinya sendiri, biasanya ia (Tasemi) juga membeli karena titipan dari tetangganya. Seperti yang diuangkapnya “beli dimakan sendiri, ada yang titipan. Kalau suami saya kurang suka dengan jajanan seperti ini”.
Bahan dan pembuatan yang masih alami, membuat jajanan tradisional masih bertahan dihati penikmatnya. Seperti juga jajanan milik Asyaratun yang selalu menggunakan bahan-bahan alami tanpa pengawet. Karena ia menyadari bahayanya dari penggunaan bahan kimia tersebut. (linda/mg/tik)