Menangani pasien yang masuk katagori Pasien Dalam Pengawasan (PDP) maupun pasien positif Covid bagi rumah sakit bukanlah mengenakkan, malah merepotkan. Namun karena misi kemanusiaan rumah sakit harus menjalankan tugasnya.
Tapi untuk menjalankan tugas mulai itu tidaklah mulus, banyak masalah dan fitnah yang dihadapi rumah sakit. Seperti yang dialami RS PKU Muhammadiyah Sekapuk. Rumah sakit ini memang tidak masuk rumah sakit rujukan Covid yang ditunjuk pemerintah, namun PKU Muhammadiyah Sekapuk mendapatkan intruksi dari PP Muhammadiyah untuk bisa melayani pasien PDP maupun Positif Covid, membantu tugas pemerintah dalam penanganan pandemi covid-19.
Berbagai masalah muncul, diantaranya adanya desakan pihak keluarga pasien untuk menjenguk keluarganya di ruang isolasi yang tekanan negatif. Apalagi kalau keluarganya kondisinya sudah drop. Pihak keluarga ingin mendampinginya saat-saat kritis.
Namun standar kesehatan dalam penanganan Covid-19 tidaklah gampang. Mereka yang berada di ruang isolasi wajib memakai Alat Pelindung Diri (APD) dan itu harganya tidak murah. Antara faktor kemanusiaan dan standar keselamatan kesehatan bisa menjadi saling berlawanan. Disinilah akhirnya RS Muhammadiyah Sekapuk mengambil jalan tengah. Boleh menjenguk tapi harus pakai APD lengkap. Model kebijakan lokal ini ternyata juga dilakukan di RS lain. Alasannya sama demi kemanusiaan.
Kemudian Persoalan muncul, APD yang ditanggung pemerintah hanyalah bagi petugas medis dan itu terbatas jumlahnya. Maka pihak RS memberi solusi kalau mau masuk ruang isolasi maka wajib pakai APD namun dengan biaya pengadaannya ditanggung sendiri. Dan keluarga Pasien dipastikan saat itu mau menerima konsekwensi tersebut.
Muncul masalah setelah keluarga pasien pulang, dan menginformasikan kepada warga yang lain kalau menjenguk pasien PDP maupun positif Covid harus bayar.
Mereka mengelu karena harus membayar sejumlah uang sebesar Rp 350 ribu sebagai pengganti pembelian Alat Pelinding Diri (APD) saat menjenguk pasien.
Hal ini menuai reaksi dari M Syahrul Munir, anggota DPRD Gresik. Menurutnya, praktik pungutan tersebut sangat memberatkan keluarga pasien. Karena setiap menjenguk harus mengeluarkan sejumlah uang sebagai pengganti pembelian APD.
“Kalau setiap menjenguk dipungut Rp 350 ribu, sangat memberatkan keluarga pasien,” ujar politisi muda asal Desa Tanggulrejo, Kecamatan Manyar itu.
Pihaknya meminta agar alat kelengkapan DPRD (AKD) yang membidangi segera mendindaklanjuti keluhan masyarakat. Dan praktik seperti ini segera disudahi.
Menurut Syahrul, praktik ini sama halnya RS memanfaatkan kondisi pandemi Covid sebagai ajang bisnis. “Ini sangat mencederai masyarakat,” ujarnya.
Dirinya sudah melaporkan ke Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) drg Saifuddin Ghozali. Namun, tanggapannya hanya akan ditelusuri. “Faktanya di lapangan tidak pernah ada info lanjutan kepada kami. Terkesan didiamkan begitu saja,” ungkapnya.
Menanggapi pernyataan anggota dewan tersebut, dr Umi Julaikha direktur RS PKU Muhammadiyah Sekapuk menjelaskan, ruang isolasi khusus pasien Covid-19 sejatinya tidak boleh dijenguk oleh keluarga pasien.
Meski demikian ada juga pihak keluarga pasien yang ingin melihat terakhir kalinya. Nah, untuk masuk ruang isolasi khusus harus menggunakan APD lengkap.
APD yang digunakan sebanyak 10 item. Mulai dari hazmat, penutup kepala, kacamata, maker bedah, masker N95 dan sejumlah perlengkapan yang lain. Itu untuk melindungi keluarga pasien supaya tidak tertular saat memberikan semangat atau melihat kondisi terakhir pasien.
“Kalau yang dari pemerintah hanya hazmat dan masker. Itu pun tidak setiap hari kita mendapatkannya. Sedangkan hazmat hanya sekali pakai,” ujarnya, Jumat (19/6/2020).
Pemerintah juga tidak memberikan masker N95, pihaknya membeli sendiri. Maka, pihaknya memberikan kesempatan kepada keluarga pasien dengan kebijakan internal.
“Pihak keluarga pasien sudah kami beritahu. Kalau mau masuk ruang isolasi harus pakai APD. Ada yang bayar kalau mampu, ada juga yang gak bayar. Tapai kalau gak bayar semua kami dapat darimana. Kami kan swasta, modal sendiri,” paparnya.
Dia memaparkan, sebetulnya PKU tidak berkewajiban menerima pasien Covid. Namun, karena dari 18 rumah sakit rujukan di Gresik sudah penuh dan tidak ada yang menerima. Maka, PKU tetap memberikan pelayanan kesehatan.
“Kalau sudah masuk ke kita maka wajib kita layani. Kami tidak melihat latar belakang apapun,” ungkapnya.